UPAYA PEMERINTAH INDONESIA MEMINIMALISASI DAMPAK NEGATIF PENGGUNAAN INSEKTISIDA

UPAYA PEMERINTAH INDONESIA MEMINIMALISASI DAMPAK NEGATIF PENGGUNAAN INSEKTISIDA

 

 

 

 

 

 

 

                                                                                                                     Disusun oleh :

                                                                                                                   KELOMPOK  II

Dyah Wahyuningsih             H0708093

Fitha Septi Haryati                H0708101

 

 

 

 

AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

 

Upaya Pemerintah Indonesia Meminimalisasi Dampak Negatif Penggunaan Insektisida

A.  Pendahuluan

Salah satu strategi pencapaian sasaran produksi untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional diupayakan  melalui mengurangi kehilangan hasil dengan mengendalikan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT). Pengendalian OPT dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain dengan menggunakan varietas unggul, cara mekanis, biologi, kimiawi dan sistem

budidaya yang baik. Namun masih sering dijumpai penggunaan cara kimiawi menjadi pilihan pertama.

Pengendalian cara kimiawi dengan aplikasi pestisida merupakan cara yang paling praktis, ekonomis dan efisien. Namun dampak negatifnya seperti meningkatnya residu serta timbulnya pencemaran lingkungan menjadi masalah yang harus diperhatikan. Hal ini dimaksudkan agar produksi yang dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan pasar domestik maupun internasional yang memilki kriteria-kriteria yang dipersyaratkan dalam Good Agricultural Practices (GPA). Keberhasilan mewujudkan ketahanan  pangan nasional dan memenuhi kebutuhan ekspor tidak terlepas dari kontribusi penggunaan pestisida yang tepat guna dan bijaksana.

Peranan Pestisida dalam upaya penyelamatan produksi pertanian dari gangguan hama dan penyakit tanaman masih sangat besar, terutama apabila telah melebihi ambang batas pengendalian atau ambang batas ekonomi. Namun demikian, mengingat pestisida juga mempunyai resiko terhadap keselamatan manusia dan lingkungan maka Pemerintah berkewajiban dalam mengatur pengadaan, peredaran dan penggunaan Pestisida agar dapat dimanfaatkan secara bijaksana.

B.  Dampak Negatif Pestisida

 

Dalam Undang-Undang No. 12 tahun  1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, yang dimaksud dengan  Pestisida adalah zat pengatur dan perangsang tumbuh, bahan lain, serta organisme renik, atau virus yang digunakan untuk melakukan perlindungan tanaman. Pestisida merupakan bahan yang banyak memberikan manfaat sehingga banyak dibutuhkan masyarakat pada bidang pertanian (pangan, perkebunan, perikanan, peternakan), penyimpanan hasil pertanian, kehutanan (tanaman hutan dan pengawetan  hasil hutan), rumah tangga dan penyehatan lingkungan, pemukiman, bangunan, pengangkutan dan lain-lain. Di samping manfaat yang diberikan, pestisida juga sekaligus memilki potensi untuk dapat menimbulkan dampak yang tidak diinginkan.

Pada umumnya pestisida yang  digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu tersebut adalah  biosida yang tidak saja bersifat racun terhadap organisme pengganggu sasaran, tetapi juga dapat memberikan pengaruh yang tidak diinginkan terhadap organisme bukan sasaran, termasuk manusia serta lingkungan hidup.

Keracunan pestisida yang digunakan secara kronik maupun akut dapat terjadi pada pemakai dan pekerja yang berhubungan dengan pestisida, misalnya petani, pengecer pestisida, pekerja pabrik/gudang pestisida, dan sebagainya serta manusia yang tidak bekerja pada pestisida. Keracunan akut terhadap pemakai dan pekerja dapat terjadi karena kontaminasi kulit, inhalasi (pernafasan) dan mulut/ saluran pencernaan, dan apabila mencapai dosis tertentu dapat mengakibatkan kematian.

Keracunan terhadap ternak dan hewan peliharaan.

Keracunan pada ternak maupun hewan peliharaan dapat terjadi secara langsung karena penggunaan  pestisida pada ternak dan hewan peliharaan untuk pengendalian ektoparasit, maupun secara tidak langsung karena digunakan pestisida untuk keperluan lain, misalnya penggunaan rodentisida dengan umpan untuk mengendalikan tikus sawah,  yang karena kelalain petani umpan tersebut dimakan oleh ayam, itik dan ternak lainnya atau pada penyemprotan pada gulma yang menjadi pakan ternak.

Keracunan pada ikan dan biota lainnya.

Penggunaan pestisida pada padi sawah atau lingkungan perairan lainnya dapat mengakibatkan kematian pada ikan yang dipelihara di sawah atau di kolam maupun ikan liar. Karacunan ikan dan biota air lainnya tidak senantiasa menyebabkan kelainan pertumbuhan yang mangakibatkan  perubahan tingkah laku dan bentuk, yang selanjutnya dapat  mengakibatkan terhambatnya perkembangan populasi.

Keracunan terhadap satwa liar.

Penggunaan pestisida yang tidak bijaksana dapat menimbulkan keracunan yang berakibat kematian pada satwa liar seperti burung, lebah, serangga penyerbuk dan satwa liar lainnya.

Keracunan dapat terjadi secara langsung misalnya akibat penyemprotan pestisida dari udara ataupun  pengguna pestisida untuk perlakuan benih yang diperlukan dimakan oleh burung, maupun tidak langsung terutama melalui rantai makanan..

Keracunan terhadap makanan.

Beberapa pestisida seperti insektisida yang langsung digunakan pada tanaman dapat mengakibatkan kerusakan pada tanaman yang diperlakukan. Penggunaan herbisida yang tidak hati-hati dapat pula mengakibatkan kerusakan pada tanaman yang ditanam pada waktu aplikasi maupun pada tanaman berikutnya yang ditanam setelah tanaman pertama dipanen.

Kematian musuh alami organisme pengganggu

Penggunaan pestisida yang  berspektrum luas dapat mengakibatkan terjadinya kematian parasit dan predator organisme pengganggu. Kemungkinan terjadinya hal tersebut cukup besar apabila pestisida tersebut digunakan tidak secara selektif ditinjau dari segi waktu dan cara.

  1. Dapat menyebabkan timbulnya resistensi (kekebalan), sehingga untuk mengatasi organisme pengganggu yang resisten perlu dosis yang lebih tinggi, hal ini menjadi lebih berbahaya.
  2. Residu Penggunaan Pestisida Khusunya pada tanaman yang dipanen.

Besarnya residu pestisida yang tertinggal di tanaman tergantung pada dosis, banyaknya dan interval aplikasi, faktor-faktor lingkungan fisik yang mempengaruhi dekomposisi dan pengurangan residu, jenis tanaman yang diperlakukan, formulasi pestisida dan cara aplikasinya, jenis bahan aktif dan persistensinya serta saat aplikasi terakhir sebelum hasil tanaman dipanen.

Pencemaran Lingkungan

Tercemarnya tanah, air, udara dan unsur lingkungan lainnya oleh pestisida, dapat berpengaruh buruk secara langsung maupun tidak langsung terhadap manusia dan kelestarian lingkungan hidup. Suatu pestisida tertentu  dapat merusak lapisan ozon stratosfir. Pencemaran lingkungan pada umumnya terjadi karena penanganan pestisida yang tidak tepat dan sifat fisiko kimia pestisidanya.

Menghambat Perdagangan

Ekspor komoditi tertentu dari Indonesia dapat diklaim atau diembargo oleh negara tertentu apabila residu pestisida melebihi Batas Maksimum Residu (BMR) yang ditetapkan negara pengimpor atau apabila pestisida tersebut dilarang/ tidak beredar di negara pengimpor.

C.  Upaya pemerintah

Untuk melindungi keselamatan manusia dan sumber-sumber kekayaan alam, khususnya kekayaan alam hayati dan supaya Pestisida dapat digunakan secara efektif, maka ketentuan Pestisida di Indonesia diatur dalam peraturan perundangan seperti :

(1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 Tentang Sistem Budidaya Tanaman;

(2) Peraturan Pemerintah Nomor  7 Tahun 1973 Tentang Pengawasan Atas Pengadaan, Peredaran dan Penggunaan Pestisida;

(3) Peraturan Menteri Pertanian  Nomor 45/Permentan/SR.140/10/2009, Tentang Syarat dan Tatacara Pendaftaran Pestisida; dan

(4) Peraturan Menteri Pertanian  Nomor 42/Permentan/SR.120/5/2007, Tentang Pengawasan Pestisida.

Amanat dari peraturan-peraturan tersebut adalah bahwa Pestisida yang beredar, disimpan dan digunakan adalah Pestisida yang telah terdaftar dan mendapat izin dari Menteri Pertanian, memenuhi standar mutu, terjamin efektivitasnya, aman bagi manusia  dan lingkungan hidup serta diberi label. Penggunaan Pestisida harus memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam izin, serta memperhatikan anjuran yang dicantumkan dalam label. Selanjutnya, dalam Peraturan  Pemerintah No. 6 Tahun 1995 Tentang Perlindungan Tanaman, diamanatkan bahwa penggunaan Pestisida dalam rangka pengendalian Organisme  Pengganggu Tumbuhan (OPT) adalah merupakan alternatif terakhir, dan dampak negatif yang timbul harus ditekan seminimal mungkin serta dilakukan secara tepat guna.

Untuk itu Pemerintah telah menetapkan kebijakan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dalam program perlindungan tanaman. Kebijakan PHT ini merupakan suatu koreksi terhadap usaha pengendalian hama secara konvensional yang menggunakan Pestisida secara tidak tepat dan berlebihan, sehingga dapat meningkatkan biaya produksi dan merugikan masyarakat serta

lingkungan hidup.

Pemerintah Republik Indonesia sejak tahun 1986 telah mengeluarkan kebijakan dan tindakan yang dapat membatasi dan mengurangi penggunaan pestisida. Melalui Instruksi Presiden No. 3 Tahun 1986 program penanganan organisma pengganggu tanaman  adalah dengan menerapkan prinsip pengelolaan hama terpadu (PHT) sebagai program nasional, yang merupakan upaya untuk mengantisipasi dampak buruk pemakaian pestisida.

Prinsip-prinsip penggunaan Pestisida secara bijaksana adalah sebagai berikut :

Menerapkan Konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yaitu :

Pestisida Digunakan Sebagai Alternatif Terakhir.

Penggunaan Pestisida kimia  hendaknya digunakan sebagai pilihan terakhir, apabila alternatif-alternatif pengendalian lain yang digunakan tidak berhasil. Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari/mengurangi pencemaran terhadap lingkungan dan mengurangi residu.

Pengendalian Hama Dengan Pestisida Dilakukan Berdasarkan

Nilai Ambang Pengendalian (AP) Atau Ambang Ekonomi (AE). Cara-cara petani dalam mengambil keputusan berdasarkan ambang pengendalian atau ambang ekonomi dilakukan melalui Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu/SLPHT.

  1. Menggunakan Pestisida Yang Terdaftar Dan Diijinkan Menteri Pertanian.
  2. Menggunakan Pestisida Sesuai Dengan Jenis Komoditi Dan Jenis Organisme Sasaran Yang Diijinkan.
  3. .Memperhatikan Dosis Dan Anjuran Yang Tercantum Pada Label.
  4. Memperhatikan Kaidah – Kaidah Keselamatan Dan Keamanan Penggunaan Pestisida

Mengingat pentingnya peranan Pestisida dalam upaya penyelamatan produksi pertanian, Pemerintah berkewajiban untuk mengatur peredaran dan penggunaan Pestisida di Indonesia. Selain itu, Pestisida termasuk bahan berbahaya, sehingga dalam pengaturannya juga mengacu kepada peraturan-peraturan internasional yang disepakati bersama dengan Badan Internasional seperti FAO, WHO, Kesepakatan Protokol Montreal dan sebagainya.

Dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 ditegaskan bahwa :  “Pestisida yang akan diedarkan di dalam wilayah Negara Republik Indonesia wajib terdaftar, memenuhi standar mutu, terjamin efektivitasnya, aman bagi manusia dan lingkungan hidup serta diberi label”.  Sedangkan dalam Permentan No. 45/Permentan/SR.140/10/2009 diamanatkan bahwa: “Pestisida yang terdaftar/diijinkan adalah Pestisida yang telah memenuhi persyaratan administrasi dan kriteria teknis yang ditetapkan Menteri Pertanian”.

Pemerintah membatasi peredaran pestisida. Berdasarkan sifat fisiko-kimianya, Pestisida diklasifikasikan menjadi 2 (dua) yaitu:

  1. Pestisida yang boleh didaftarkan :  adalah Pestisida yang tidak termasuk kategori Pestisida dilarang yang  bidang penggunaannya meliputi untuk : pengelolaan tanaman, peternakan, kesehatan hewan, perikanan, kehutanan, penyimpanan hasil, rumah tangga, pengendali vektor penyakit pada manusia, karantina dan pra pengapalan.
  2. Pestisida dilarang  : adalah Pestisida yang berdasarkan klasifikasi WHO mempunyai klasifikasi  Ia  (sangat berbahaya sekali)  atau  Ib (berbahaya sekali),  mempunyai LC50  < 0,05 mg/lt dalam 4 jam paparan, mempunyai indikasi : Karsinogenik, Onkogenik, Teratogenik dan Mutagenik.

Pestisida Terbatas adalah Pestisida yang dalam penggunaannya memerlukan persyaratan dan alat-alat  pengaman khusus di luar yang tertera pada label. Suatu Pestisida digolongkan ke dalam Pestisida terbatas dengan pertimbangan / justifikasi sebagai berikut :

a. Dinilai lebih berbahaya dibandingkan dengan Pestisida umum.

b. Memerlukan kehati-hatian dalam penggunaan.

c. Memerlukan peralatan-peralatan khusus dalam penggunaan.

d. Penggunanya harus cakap dan terlatih.

e. Penggunaannya terbatas hanya mereka yang terlatih.

Dalam pasal 7 Peraturan Menteri Pertanian  No. 45/Permentan/SR.140/10/2009 tentang Syarat dan Tatacara Pendaftaran Pestisida, diatur bahwa :  Setiap orang yang menggunakan Pestisida terbatas wajib memiliki ”Sertifikasi Penggunaan Pestisida Terbatas”. Sertifikat Penggunaan Pestisida Terbatas diberikan kepada orang yang telah “Lulus Pelatihan”  yang diselenggarakan oleh Ketua Komisi Pengawasan Pestisida Provinsi/ Kabupaten/ Kota atau Pejabat yang ditunjuk.

Persyaratan tersebut diberlakukan dengan tujuan untuk melindungi pengguna Pestisida terbatas  terhadap dampak negatif yang dapat ditimbulkan, mengingat tingkat bahayanya yang lebih tinggi dari Pestisida umum. Oleh karena itu, perlu ditekankan agar Pengguna Pestisida terbatas, sebelum mengaplikasikan harus memahami betul beberapa  ketentuan yang di sampaikan pada kegiatan pelatihan, yaitu :

  1. Peraturan dan Perizinan Pestisida Terbatas,
  2. Pemahaman label,
  3. Perawatan dan Pemeliharaan Sprayer,
  4. Kalibrasi,
  5. Penyemprotan yang aman dan efektif,
  6. Penyimpanan Pestisida,
  7. Pemusnahan Pestisida.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1995 Tentang Perlindungan Tanaman pasal 15 ayat 1 menyatakan bahwa dalam pasal ini yang diartikan dengan tepat guna adalah:

  1. Tepat jenis yaitu disesuaikan jenis pestisida yang digunakan dengan jenis organisme pengganggu tumbuhannya, misalnya untuk mengendalikan serangga menggunakan insektisida, mengendalikan cendawan menggunakan fungisida, mengendalikan gulma menggunakan herbisida.
  2. Tepat dosis yaitu banyaknya pestisida yang diaplikasikan persatuan luas atau berat atau volume sasaran disesuaikan dengan rekomendasi yang ditetapkan, misalnya kg/hektar.
  3. Tepat cara yaitu disesuaikan antara bentuk formulasi pestisida dan alat aplikasi yang digunakan, misalnya penyemprotan, perendaman, penaburan, pengolesan.
  4. Tepat sasaran yaitu disesuaikan dengan jenis komoditi tanaman serta jenis dan cara hidup organisme pengganggu tumbuhan yang akan diaplikasi pestisida.
  5. Tepat waktu yaitu pada waktu populasi organisme pengganggu tumbuhan telah mencapai ambang pengendalian dan sebagian besar dalam stadium peka, keadaan cuaca memenuhi syarat.
  6. Tepat tempat yaitu disesuaikan dengan keadaan tempat yang akan diaplikasi pestisida, misalnya lahan kering, lahan berair, rawa, gudang.

Ayat (2) Dalam penggunaan pestisida persyaratan kesehatan ditetapkan oleh Menteri Kesehatan, sedangkan persyaratan keselamatan kerja ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.

D.  Penutup

Penggunaan pestisida yang tidak tepat dalam pengendalian organisme pengganggu tanaman dapat menimbulkan akibat yang tidak diinginkan, oleh karena itu penggunaan pestisida harus dilakukan dengan sebaik-baiknya dengan menekan seminimal mungkin dampak negatif yang ditimbulkan. Pelaksanaan perlindungan tanaman menjadi tanggung jawab masyarakat dan Pemerintah, oleh karena itu masyarakat baik secara perorangan ataupun berkelompok perlu memahami usaha perlindungan tanaman sehingga mampu mengambil keputusan dan tindakan yang tepat dan sedini mungkin untuk menanggulangi serangan organisme pengganggu tumbuhan pada tanaman, sehingga tidak berkembang menjadi eks-plosi.

 

                                                                                                                      SUMBER :

Girsang, W. 2009. Dampak Negatif Pestisida. http://usitani.wordpress.com/2009/02/26/pht/

Direktorat jenderal prasaran dan sarana pertanian direktorat pupuk dan pestisida kementrian pertanian. 2011. Pedoman penggunaan pestisida.