KAITAN ANTARA FORMULASI, TEKHNIK APLIKASI DAN ALAT APLIKASI PESTISIDA

KAITAN ANTARA FORMULASI, TEKHNIK APLIKASI DAN ALAT APLIKASI PESTISIDA

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Disusun Oleh:

KELOMPOK VII

                                                                                                

Wahyu Beno K  H0708049

 

 

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

 

 

 

 

 

KAITAN ANTARA FORMULASI, TEKHNIK APLIKASI DAN ALAT APLIKASI PESTISIDA

 

I. PENDAHULUAN

 

Di Indonesia, pestisida yang paling banyak digunakan sejak tahun 1950an sampai akhir tahun 1960-an adalah pestisida dari golongan hidrokarbon berklorseperti DDT, endrin, aldrin, dieldrin, heptaklor dan gamma BHC. Penggunaan pestisida-pestisida fosfat organik seperti paration, OMPA, TEPP pada masa lampau tidak perlu dikhawatirkan, karena walaupun bahan-bahan ini sangat beracun (racun akut), akan tetapi pestisida-pestisida tersebut sangat mudah terurai dan tidak mempunyai efek residu yang menahun. Hal penting yang masih perlu diperhatikan masa kini ialah dampak penggunaan hidrokarbon berklor pada masa lampau khususnya terhadap aplikasi derivat-derivat DDT, endrin dan dieldrin.

Pestisida berasal dari kata pest yang berarti hama dan sida berasal dari kata caedo berarti pembunuh. Pestisida dapat diartikan secara sederhana sebagai pembunuh hama. Menurut Food Agriculture Organization (FAO) 1986 dan peraturan pemerintah RI No. 7 tahun 1973, Pestisida adalah campuran bahan kimia yang digunakan untuk mencegah, membasmi dan mengendalikan hewan/tumbuhan penggangu seperti binatang pengerat, termasuk serangga penyebar penyakit, dengan tujuan kesejahteraan manusia.

Pestisida juga didefinisikan sebagai zat atau senyawa kimia, zat pengatur tubuh atau perangsang tumbuh, bahan lain, serta mikroorganisme atau virus yang digunakan untuk perlindungan tanaman (PP RI No.6tahun 1995). USEPA menyatakan pestisida sebagai zat atau campuran zat yang digunakan untuk mencegah, memusnahkan, menolak, atau memusuhi hama dalam bentuk hewan, tanaman, dan mikroorganisme penggangu (Soemirat, 2003).

Di Indonesia untuk keperluan perlindungan tanaman, khususnya untuk kehutanan dan pertanian pada tahun 1986 tercatat 371 formulasi yang telah terdaftar dan diizinkan penggunaannya, dan 38 formulasi yang baru mengalami proses pendaftaran ulang. Sedangkan ada 215 bahan aktif yang telah terdaftar dan beredar di pasaran (Sudarmo,1997). Sistem budidaya tanaman di Indonesia menganut prinsip Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang dinyatakan dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 1992. Dalam pelaksanaannya penggunaan pestisida untuk pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) adalah merupakan alternative terakhir dan digunakan secara benar dan bijaksana.

Memperhatikan pentingnya peran pestisida dalam pengelolaan hama/penyakit tanaman, terutama dalam operasionalnya dilapangan, maka dipandang perlu bahwa seluruh petugas lapangan yang terlibat dalam perlindungan maupun petugas lapang lain yang berhubungan dengan penggunaan pestisida untuk mengetahui dan memahami berbagai aspek dari pestisida itu sendiri. Hal ini dirasa sangat perlu karena pada umumnya pestisida merupakan bahan berbahaya yang dapat menimbulkan pengaruh negatif terhadap kesehatan manusia dan lingkungan hidup. Namun demikian disadari pula bahwa pestisida dapat memberikan manfaat yang sangat besar, oleh karena itu dalam pengelolaannya harus diusahakan agar dapat diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dengan dampak negatif yang sekecil-kecilnya. Dalam hal ini, perlu diperhatikan kaitan antara formulasi dan teknik aplikasi serta alat aplikasi pestisida.

 

II. ISI

FORMULASI PESTISIDA

Secara umum formulasi pestisida dapat digolongkan dalam 2 (dua) golongan besar yaitu formulasi cair dan formulasi padat. Formulasi cair biasanya terdiri dari bahan aktif, pelarut dan bahan tambahan seperti pengemulsi, perata, perekat dll, sedangkan formulasi padat umumnya mengandung bahan aktif, bahan pembawa (carier), pembasah dan perata.

Formulasi cair, terdiri dari beberapa jenis diantaranya adalah:

  1. Pekatan yang dapat diemulsikan (EC/Emulsifiable Concentrate), yaitu formulasi cair yang dibuat dengan melarutkan bahan aktif dalam pelarut tertentu dan dengan menambahkan satu macam atau lebih surfactant atau pengemulsi. Pelarut yang digunakan biasanya adalah xilen, nafta atau kerosene. Formulasi ini biasa digunakan dicampur dengan air dan akan segera menyebar berupa butir-butir sangat kecil yang tersebar dalam air. Bila campuran ini dibiarkan terlalu lama maka akan terbentuk dua larutan yang terpisah, oleh karena itu bila telah bercampur dengan air, pestisida ini harus segera diaplikasikan/digunakan.
  2. Pekatan yang larut dalam air (WSC/SCW/Water Soluble Concentrate), merupakan formulasi cair yang terdiri dari bahan aktif yang dilarutkan dalam pelarut tertentu (organik) yang dapat bercampur dengan air itu sendiri atau air itu sendiri sebagai pelarut.
  3. Pekatan dalam air (AC/Aqueous Concentrate), merupakan pekatan pestisida yang dilarutkan dalam air. Biasanya adalah bentuk garam dari herbisida asam yang mempunyai kelarutan tinggi dalam air seperti asam 2,4 – D atau 2,4 dichlorofenoksiasetat.

Formulasi Padat, terdiri dari beberapa jenis diantaranya adalah:

  1. Tepung yang dapat disuspensikan (WP/Wetable Powder atau DP/Dispersible powder), adalah tepung kering yang halus, yang apabila dilarutkan dalam air akan membentuk suspensi. Apabila bahan aktif berupa padatan, maka bahan aktif tersebut ditumbuk halus dan kemudian dicampur dengan bahan pembawa inert yang sesuai, misalnya tanah liat. Apabila bahan aktif berupa cairan, maka bahan aktif tersebut disemprotkan pada bahan pembawa yang kering. Besar partikel tepung biasanya tidak lebih besar dari 45 mikron.
  2. Tepung yang dapat dilarutkan (SP/Soluble Powder), formulasi ini hampir sama dengan formulasi WP, tetapi bahan aktif maupun bahan pembawa dan bahan lainnya dalam formulasi ini dapat langsung larut dalam bahan cair sebagai pengencer, yang umumnya adalah air.
  3. Butiran (G/Granular), dalam formulasi pestisida butiran, bahan aktif dicampur dengan, dilapisi oleh atau menempel pada bagian luar dari bahan pembawa yang inert, seperti tanah liat, pasir, atau tongkol jagung yang ditumbuk. Formulasi butiran digunakan langsung dengan menebarkannya tanpa dicampur dengan bahan pengencer. Kadar bahan aktif pada formulasi ini berkisar antara 1 – 40%.
  4. Debu (D/Dust), pestisida dalam bentuk debu terdiri dari bahan pembawa yang kering dan halus, yang mengandung bahan aktif 1 -10 persen, ukuran partikelnya berkisar lebih kecil dari 75 mikron. Formulasi ini biasanya digunakan dengan alat khusus yang disebut duster, aplikasinya tanpa dicampur dengan bahan lain dan dimanfaatkan untuk mengatasi pertanaman yang berdaun rimbun/lebat, karena partikel debu dapat masuk keseluruh bagian pohon.

 

TEKNIK APLIKASI

 

Keberhasilan penggunaan pestisida sangat ditentukan oleh aplikasi yang tepat, untuk menjamin pestisida tersebut mencapai jasad sasaran yang dimaksud, selain juga oleh faktor jenis dosis, dan saat aplikasi yang tepat. Dengan kata lain tidak ada pestisida yang dapat berfungsi dengan baik kecuali bila diaplikasikan dengan tepat. Aplikasi pestisida yang tepat dapat didefinisikan sebagai aplikasi pestisida yang semaksimal mungkin terhadap sasaran yang ditentukan pada saat yang tepat, dengan liputan hasil semprotan yang merata dari jumlah pestisida yang telah ditentukan sesuai dengan anjuran dosis (Wudianto, 1999).

Wudianto (1999), adapun cara pemakaian pestisida yang sering dilakukan oleh petani adalah sebagai berikut :

  1. Penyemprotan (Spraying) : merupakan metode yang paling banyak digunakan. Biasanya digunakan 100-200 liter eceran insektisida per ha. Paling banyak adalah 1000 liter per ha sedangkan yang paling kecil 1 liter per ha seperti dalam ULV.
  2. Dusting : untuk hama rayap kayu kering cryptothermes, dusting sangat efisien bila dapat mencapai koloni karena racun dapat menyebar sendiri melalui efek prilaku trofalaksis.
  3. Penuangan atau penyiraman (pour on) : Misalnya untuk membunuh sarang semut, rayap, dan serangga tanah di persemaian.
  4. Injeksi batang : Dengan insektisida sisitemik bagi hama batang, daun, dan penggerek.
  5. Dipping : rendaman/pencelupan seperti untuk biji/benih Kayu.
  6. Fumigasi: penguapan, misalnya pada hama gudang atau kayu.

Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam menaplikasikan sesuatu pestisida antara lain;

1.    Dosis Pestisida.

Dosis adalah jumlah pestisida dalam liter atau kilogram yang digunakan untuk mengendalikan hama tiap satuan luas tertentu atau tiap tanaman yang dilakukan dalam satu aplikasi atau lebih. Sementara dosis bahan aktif adalah jumlah bahan aktif pestisida yang dibutuhkan untuk keperluan satuan luas atau satuan volume larutan. Besarnya suatu dosis pestisida tergantung dalam label pestisida. Sebagai contoh dosis insektisida diazinon 60 EC adalah satu liter per ha untuk sekali aplikasi, atau misal 400 liter larutan jadi diazinon 60 EC per ha untuk satu kali aplikasi sedangkan untuk dosis bahan aktif contohnya sumibas 75 SP dengan dosis 0,75 kg/ha (djojosumarto, 2008).

2.    Konsentrasi Pestisida

Konsentrasi penyemprotan adalah jumlah pestisida yang disemprotkan dalam satu liter air (atau bahan pengencer lainnya) untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman (OPT) tertentu. Ada tiga macam konsentrasi yang perlu diperhatikan dalam hal penggunaan pestisida

  1. Konsentrasi bahan aktif yaitu persentase bahan aktif pestisida dalam larutan yang sudah dicampur dengan air
  2. Konsentrasi formulasi yaitu banyaknya pestisida dalam cc atau gram setiap liter air
  3. Konsentrasi larutan atau konsentrasi pestisida yaitu persentase kandungan pestisida dalam suatu larutan jadi (Djojosumarto ,2008).

3.    Volume Semprot

Volume semprot adalah banyaknya larutan jadi insektisida yang digunakan untuk menyemprot hama/penyakit per satuan luas atau per satuan individu tanaman.

4.    Bahan Penyampur

Pestisida sebagai bahan racun aktif (active ingredients) dalam formulasi biasanya dinyatakan dalam berat/volume (di Amerika Serikat dan Inggris). Bahan-bahan lain yang tidak aktif yang dicampurkan dalam pestisida yang telah di formulasi dapat berupa:

  1. Solvent adalah bahan cair telarut mis: alkohol, minyak tanah, xyline dan air. Biasanya bahan terlarut ini telah diberi deodorant (bahan penghilang bau tidak enak baik yang berasal dari pelarut maupun dari bahan aktif).
  2. Sinergis adalah sejenis bahan yang dapat meningkatkan daya racun walaupun bahan itu sendiri mungkin tidak beracun, seperti sesamin (berasal dari biji wijen), dan piperonil butoksida.
  3. Emulsifier merupakan bahan detergen yang akan memudahkan terjadinya emulsi bila bahan minyak diencerkan dalam air (Sastroutomo, 1992).

 

ALAT APLIKASI PESTISIDA

Beberapa alat semprot untuk pengendalian hama / penyakit antar lain:

Knapsack Sprayer

Alat semprot yang sangat meluas digunakan, tidak hanya untuk menyemprot hama, tetapi juga untuk menyemprot gulma, bahkan untuk menyemprot tanaman dengan pupuk cair. Alat ini hanya bisa untuk bahan cair dengan bahan pelarut air. Kapasitas tangki antara 15-20 liter dioperasikan secara manual dengan pompa tangan dan daya jangkaunya sangat terbatas yaitu        2 meter.

Mist Blower

Alat semprot yang dioperasikan dengan tenaga mesin. Bisa digunkan untuk bahan cairan, tepung dan butiran. Daya jangkaunya ± 10 meter. Kapasitas tengki 14 liter.

Pulsfog

Alat semprot yang dioperasikan dengan tenaga mesin digunakan hanya untuk bahan cair, dimana keluarnya berupa kabut. Penyemprotan dilakukan pada malam hari pada saat kabut sudah mulai turun.

Alat-alat aplikasi pestisida hendaknya selalu di kalibrasi pada waktu yang berkala. Kalibrasi merupakan proses untuk mendapatkan standar dan prosedur yang tepat dalam melaksanakan penyemprotan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kebutuhan pestisida dan kualitas alat semprot, sehingga penggunaan pestisida tidak kurang atau kelebihan. Dalam melakukan kalibrasi hal yang diperhatikan adalah kecepatan jalan harus konstan, tekanan semprot sprayer tetap, ukuran/tipe nozzel, ketinggian nozzel di atas permukaan tanah.

  • Kecepatan Jalan

Cara mengukur :

1)      Isi alat semprot dan pompa sambil jalan   sejauh 100 meter

2)      Catat waktu yang dibutuhkan, misal 150 detik  (2,5 menit), jadi kecepatan jalan :

100/2,5  = 40 meter per menit

  • Tekanan semprot sprayer

Tekanan yang biasa digunakan adalah 15 – 20 psi atau 1,0 – 1,5 kg/cm2.

  • Ukuran atau tipe nozzel
  • Polijet merah (lebar semprot 2 m)
  • Polijet biru (lebar semprot 1,5 m)
  • Polijet hijau (lebar semprot 1 m)
  • Polijet kuning (lebar semprot 0,5 m)

Mencari Volume Semprot :

 Volume Semprot = 10.000Xcairan semprot / Lebar semprotXKecepatan

JumlahTangki/Ha :

Jumlah Tangki per hektar = VS per hektar / Kapasitas Tangki 

Kosentrasi Pestisida :

Jumlah Pestisida = Dosis Rekomendasi / Kapasitas Tangki

 

III. PENUTUP

 

Pada dasarnya semua alat yang digunakan untuk mengaplikasikan pestisida dengan cara penyemprotan disebut alat semprot atau sprayer. Apapun bentuk dan mekanisme kerjanya, sprayer berfungsi untuk mengubah atau memecah larutan semprot, yang dilakukan nozzle, menjadi bagian-bagian atau butiran-butiran yang sangat halus ( Panut, 2000 ). Dalam penjelasan diatas pada bab II, dapat diketahui bahwa formulasi akan menentukan teknik apliksi dan selanjutnya alat yang digunakan. Selain itu dalam kaitan antara ketiga aspek ini harus dilakukan kalibrasi dari waktu ke waktu untuk menentukan kefektifan dan efesiensi penggunaan pestisida.

 

Tabel 1. Kaitan Formulasi, Teknik Aplikasi, dan Alat yang digunakan

Formulasi

Teknik Aplikasi

Alat Aplikasi Pestisida

Formulasi CairEC

WSC

AC

Penyemprotan, Dipping, Fumigasi, Injeksi  Knapsack Sprayer, Mist Blower, Pulsfog
Formulasi PadatTepung (WP)

Tepung (SP)

Granulair (g)

Debu (D)

Dusting, Pour on(Penaburan) Mist Blower,Penaburan dengan

Tangan dilindungi kaos tangan plastik.

DAFTAR PUSTAKA

 

Djojosumarto, P., 2000, Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian, Kanisius, Yogyakarta.

Djojosumarto, Panut. 2004. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Kanisius. Yogyakarta.

Sastroutomo Soetikno S., 1992, Pestisida Dasar-Dasar Dan Dampak Penggunaanya, Gramedia, Jakarta.

Sukma,Y. dan Yakup, 1991,  Gulma Dan Teknik Pengendaliannya, Rajawali Press, Jakarta.